Share This

Senin, 05 Maret 2012

Keluarga Bartels, Kisah Hidup Keluarga Penemu Elang Jawa Dari Pasir Datar Ciparay Sukabumi, Sebuah Tragedi Ilmu Pengetahuan


Bagi masyarakat Indonesia, saat ini popularitas Elang Jawa(Spizaetus bartelsi) sudah hampir sejajar dengan Badak Jawa, Badak Sum
atera, Harimau Sumatera, Gajah Sumatera dan Orang Hutan. Popularitas ini menobatkan Elang Jawa menjadi satwa nasional sejak tahun1993. Namun jika kita bertanya siapakah penemu Elang Jawa? Bagaimaan kisah hidupnya? dimanakah hasil karya-karyanya? Sumbangsih apa yang telah diberikan bagi dunia ilmu pengetahuan Indonesia? Tentu sangat sedikit yang tahu.
Bartels merupakan nama (keluarga) dari penemu Elang Jawa yang ternyata telah menemukan 21 species baik berupa burung, kelelawar, dan tikus, 7 diantaranya masuk dalam Red List IUCN, serta 2 genus tikus-tikusan. Selain itu, ribuan specimen dan telur burung koleksi pribadi “dirampok” oleh  Ilmuwan Belanda dengan menggunakan jasa tentara Jepang, saat ini koleksi tersebut berada National Museum of Natural History (NMNH) Leiden, The NetherlandsHingga, Bartels Junior meninggal sebagai Rhomusa di Burma dengan meninggalkan anak perempuannya yang baru berumur 5 tahun dan baru diketahui makamnya 50 tahun kemudian.
Seluruh kisah tersebut tidak terlepas dari lokasi musium sekaligus rumah oleh keluarga Bartels di Pasir Datar Sukabumi yang saat ini menjadi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
Saat ini terjadi salah persepsi tentang siapakah Bartels atau Max Bartels, yang ternyata merupakan dua orang yang berbeda yakniMax Eduard Gottlieb Bartels (24 January 1871-7 April 1936) atauMEG Bartels (ayah) dan Dr. Max Bartels (anak) (7 Juni 1902 - 6 Oktober 1943). Pada mulanya nama Max Bartels digunakan oleh MEGBartels sang ayah dalam jurnal-jurnal ornitologinya sebagai nama singkatnya, namun setelah anak pertamanya lahir nama itu diberikan kepada anak tertuanya. Untuk membedakan hasil karya ayah dan anak, beberapa peneliti terkenal seperti Edwin StresemannHJV Sody dan JH Becking membedakan mereka sebagai Max Bartels Sr (MEG) dan Max Bartels Jr. Didalam tulisan ini akan digunakan MEG Bartels sebagai Max Bartels Senior dan Dr. Max Bartels sebagai Max Bartels Junior.
  • Max Eduard Gottlieb Bartels (24 January 1871-7 April 1936)
MEG Bartels, berkebangsaan Jerman, adalah seorang Ornitholog yang dilahirkan di kota Bielefeld Jerman dari seorang ayah yang bekerja sebagai arsitek. Ia merupakan anggota Deutsche Ornithologische Gesellschaft (Jerman Ornitolog Society) yang berpusat di Boon sejak tahun 1903. Pada tahun 1895, MEG Bartels (usia 24 tahun) hijrah ke Pulau Jawa untuk menghindari Wajib Militer di Jerman, selain itu MEG Bartels sangat tertarik pada kehidupan alam liar terutama burung.
MEG Bartels bekerja pada Perkebunan Teh “Pangrango” dengan lokasi pada Resort Pasir Datar, Sukabumi hingga pada tahun 1898 MEG Bartels telah menjadi Kepala Perkebunan tersebut.
Pada tanggal 19 Agustus 1901, MEG Bartels menikah dengan Angeline Cardine Henriette Maurenbrecher orang Belanda yang memiliki keahlian sebagi pelukis dan salah satu lukisannya berada di National Museum of Natural History Leiden. Hasil pernikahannya terlahir Dr. Max Bartels Jr (1902-1943), Ernst Bartels (1904-1976), dan Hans Bartels (1906).
MEG Bartels memiliki kegemaran mengoleksi specimen satwa terutama berbagai jenis burung dan telurnya, harimau jawa, macan tutul, tikus, tulang banteng dll tercatat sebagai koleksi Keluarga Bartels yang kini berada di National Museum of Natural History (NMNH) Leiden. Berkat kegemarannya tersebut, beberapa nama burung, tikus dan tupai berhasil diidentifikasi berdasarkan koleksinya oleh karena itu nama Bartels (2)/Max (3) /Angeline (4) digunakan dalam nama latin satwa tersebut. Untuk menampung koleksinya tersebut MEG Bartels membangun sebuah museum koleksi di Pasir Datar, Sukabumi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
MEG Bartels meninggal pada tanggal 7 April 1936 dan dimakamkan di Pasir Datar sesuai surat wasiat yang disampaikan kepada anak sulungnya, Dr Max Bartels, yang mengharapkan dimakamkan berdekatan dengan museum dan pegunungan. Sumber http://gedepangrango.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar